Tugas
II
II.Adat Istiadat
Beberapa kebudayaan
yang memiliki daya tarik yang tinggi bagi turis mancanegara dan turis
lokal antara lain, adat istiadat di Tana Toraja, kebiasaan perempuan suku
Dayak di Kalimantan yang senang
menggunakan anting yang panjang, berat dan banyak, upacara Ngaben (pembakaran mayat) di Bali.
1. Tana Toraja
menggunakan anting yang panjang, berat dan banyak, upacara Ngaben (pembakaran mayat) di Bali.
1. Tana Toraja
Suku Toraja adalah
suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia.
Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidenreng dan dari Luwu. Orang Sidenreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebutan To Riaja, artinya “Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan”, sedangkan orang Luwu menyebutnya To Riajang, artinya orang yang berdiam di sebelah barat. Ada juga versi lain kata Toraya. To = Tau (orang), Raya = Maraya (besar), artinya orang orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan Tana Toraja.
Di wilayah Tana Toraja juga digelar “Tondok Lili’na Lapongan Bulan Tana Matari’ollo”, arti harfiahnya, “Negeri yang bulat seperti bulan dan matahari”. Wilayah ini dihuni oleh satu etnis (Etnis Toraja).
Tana Toraja memiliki kekhasan dan keunikan dalam
tradisi upacara pemakaman yang biasa disebut “Rambu Tuka”. Di Tana
Toraja mayat tidak di kubur melainkan diletakan di “Tongkanan“ untuk
beberapa waktu. Jangka waktu peletakan ini bisa lebih dari 10 tahun
sampai keluarganya memiliki cukup uang untuk melaksanakan upacara yang pantas
bagi si mayat. Setelah upacara, mayatnya dibawa ke peristirahatan terakhir
di dalam Goa atau dinding gunung. Tengkorak-tengkorak itu menunjukan pada
kita bahwa, mayat itu tidak dikuburkan tapi hanya diletakan di batuan,
atau dibawahnya, atau di dalam lubang. Biasanya, musim festival pemakaman
dimulai ketika padi
terakhir telah dipanen, sekitar akhir Juni atau Juli, paling lambat September..
terakhir telah dipanen, sekitar akhir Juni atau Juli, paling lambat September..
Peti
mati yang digunakan dalam pemakaman dipahat menyerupai hewan (Erong). Adat
masyarakat Toraja antara lain, menyimpan jenazah pada tebing/liang gua,
atau dibuatkan sebuah rumah (Pa’tane).
Rante adalah tempat upacara pemakaman secara adat yang dilengkapi dengan 100 buah “batu”, dalam Bahasa Toraja disebut Simbuang Batu. Sebanyak 102 bilah batu yang berdiri dengan megah terdiri dari 24 buah ukuran besar, 24 buah sedang, dan 54 buah kecil. Ukuran batu ini mempunyai nilai adat yang sama, perbedaan tersebut hanyalah faktor perbedaan situasi dan kondisi pada saat pembuatan/pengambilan batu. Simbuang Batu hanya diadakan bila pemuka masyarakat yang meninggal dunia dan upacaranya diadakan dalam tingkat “Rapasan Sapurandanan” (kerbau yang dipotong sekurang-kurangnya 24 ekor).
Rante adalah tempat upacara pemakaman secara adat yang dilengkapi dengan 100 buah “batu”, dalam Bahasa Toraja disebut Simbuang Batu. Sebanyak 102 bilah batu yang berdiri dengan megah terdiri dari 24 buah ukuran besar, 24 buah sedang, dan 54 buah kecil. Ukuran batu ini mempunyai nilai adat yang sama, perbedaan tersebut hanyalah faktor perbedaan situasi dan kondisi pada saat pembuatan/pengambilan batu. Simbuang Batu hanya diadakan bila pemuka masyarakat yang meninggal dunia dan upacaranya diadakan dalam tingkat “Rapasan Sapurandanan” (kerbau yang dipotong sekurang-kurangnya 24 ekor).
2. Ngaben – Pembakaran Jenazah
di Bali
Ngaben adalah upacara pembakaran mayat, khususnya
oleh mereka yang beragama Hindu, dimana Hindu adalah agama mayoritas
di Pulau Seribu, khususnya di Bali. Di dalam “Panca Yadnya”,
upacara ini termasuk dalam “Pitra Yadnya”, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh lelulur.
upacara ini termasuk dalam “Pitra Yadnya”, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh lelulur.
Makna upacara Ngaben pada intinya adalah, untuk
mengembalikan roh leluhur (orang yang sudah meninggal) ke tempat asalnya.
Seorang Pedanda mengatakan manusia memiliki Bayu, Sabda, Idep, dan
setelah meninggal Bayu, Sabda, Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu,
Siwa.Upacara Ngaben biasanya dilaksanakan oleh keluarga sanak saudara dari
orang yang meninggal, sebagai wujud rasa hormat seorang anak terhadap
orang tuanya. Dalam sekali upacara ini biasanya menghabiskan dana antara 15
juta sampai 20 juta rupiah. Upacara ini biasanya dilakukan dengan semarak,
tidak ada isak tangis, karena di Bali ada suatu keyakinan bahwa, kita
tidak boleh menangisi orang yang telah meninggal karena itu dapat
menghambat perjalanan sang arwah menuju tempatnya.
Hari pelaksanaan Ngaben ditentukan dengan mencari hari
baik yang biasanya ditentukan oleh Pedanda. Beberapa hari sebelum
upacara Ngaben dilaksanakan keluarga dibantu oleh masyarakat akan
membuat “Bade dan Lembu” yang sangat megah terbuat dari kayu, kertas
warna-warni dan bahan lainnya. “Bade dan Lembu” ini adalah,
tempat meletakkan mayat.
Kemudian “Bade” diusung beramai-ramai ke tempat
upacara Ngaben, diiringi dengan “gamelan”, dan diikuti seluruh keluarga
dan masyarakat. Di depan “Bade” terdapat kain putih panjang yang
bermakna sebagai pembuka jalan sang arwah menuju tempat asalnya. Di
setiap pertigaan atau perempatan, dan “Bade” akan diputar sebanyak 3
kali. Upacara Ngaben diawali dengan upacara-upacara dan doa mantra
dari Ida Pedanda, kemudian “Lembu” dibakar sampai menjadi abu
yang kemudian dibuang ke laut atau sungai yang dianggap suci.
3. Suku Dayak
Sejak abad
ke 17, Suku Dayak di Kalimantan mengenal tradisi penandaan tubuh melalui
tindik di daun telinga. Tak sembarangan orang bisa menindik diri hanya
pemimpin suku atau panglima perang yang mengenakan
tindik di kuping, sedangkan kaum wanita Dayak menggunakan anting-anting
pemberat untuk memperbesar kuping daung daun telinga, menurut kepercayaan
mereka, semakin besar pelebaran lubang daun telinga semakin cantik, dan
semakin tinggi status sosialnya di masyarakat.
Kegiatan-kegiatan adat budaya ini selalu dikaitkan
dengan kejadian penting dalam kehidupan seseorang atau masyarakat.
Berbagai kegiatan adat budaya ini juga mengambil bentuk kegiatan-kegiatan
seni yang berkaitan dengan proses inisiasi perorangan seperti
kelahiran, perkawinan dan kematian ataupun acara-acara ritus serupa selalu
ada unsur musik, tari, sastra, seni rupa. Kegiatan-kegiatan adat budaya
ini disebut Pesta Budaya. Manifestasi dari aktivitas kehidupan budaya masyarakat
merupakan miniatur yang mencerminkan kehidupan sosial yang luhur, gambaran
wajah apresiasi keseniannya, gambaran identitas budaya setempat. Kegiatan
adat budaya ini dilakukan secara turun temurun dari zaman nenek moyang dan
masih terus berlangsung sampai saat ini, sehingga seni menjadi perekam dan
penyambung sejarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.